Pages

Menemukan Realitas Kehidupan Anak dari Cerita

0 komentar
A.Kehidupan anak sering kali digambarkan lewat sebuah cerita. Melalui cerita, anak akan lebih mudah menemukan dan memahami pesan yang ingin disampaikan. Pada umumnya,cerita selalu mengambil tema tentang kehidupan anak sehari-hari.
Dalam cerita tersebut,selalu ditanamkan nilai-nilai kebaikan yang ditujukan kepada anak-anak.



Sumber: Indrawati, Dewi . 2008 . Aktif Berbahasa Indonesia: untuk SMP/MTs kelas VII
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Hal 176




B.Membaca cerita memang mengasyikkan, bukan? Pernahkah kalian membaca cerita berjudul “Sepatu Kaca”, boneka yang panjang hidungnya “Pinokio”, kehebatan sihir“Harry Porter”? Nah, cerita tersebut bukan cerita asli Indonesia tetapi berasal dari negara lain. Cerita tersebut telah diterjemahkandalam bahasa Indonesia sehingga disebut cerita terjemahan.Berikut ini cerita yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

Sumber: Maryati, Sutopo. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1: untuk SMP/MTs kelas
VII Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, hal 87


C.Jika kamu mengunjungi toko buku atau perpustakaan, salah satu jenis buku yang dapat kamu pilihsebagai bacaan adalah buku cerita anak terjemahan. Buku tersebut adalah buku hasil terjemahan daribuku cerita anak mancanegara yang semula ditulis dalam bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Kisah-kisah yang ditulis pengarang mancanegara tersebut dapat memperkaya wawasan pengetahuan tentang kehidupan anak-anak di negara lain. Selain memahami kisah yang dikembangkan pengarang,kalian dapat juga mempelajari budaya negara asal dari buku yang diterjemahkan.
Buku cerita anak terjemahan berasal dari berbagai negara, misalnya Jepang, Amerika, dan Inggris.Apabila kamu membaca buku cerita terjemahan, kamu tidak sekadar memahami kisah kehidupan para tokohnya, tetapi sekaligus mempelajari budaya yang hidup dan bekembang di negara asal buku tersebut,khususnya pada saat buku tersebut ditulis oleh pengarangnya.
Kalian juga bisa mempelajari keunikan kehidupan anak-anak di negara asal buku tersebut. Misalnya, siapa saja anak-anak yang dikisahkan,bagaimana mereka diasuh, belajar, bermaian, dan beradaptasi dengan lingkungan hidupnya.

Sumber: Endah Tri Priyatni. 2008. Contextual Teaching and Learning Bahasa Indonesia: Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VII Edisi 4.Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional,hal 112



D.Meskipun kalian hidup di zaman yang sudah modern, kalian tentu masih
senang mendengarkan cerita, bukan? Misalnya, sebelum tidur, kalian masih
terbiasa mendengarkan cerita yang dibacakan ayah, ibu, atau kakak kalian.
Sesungguhnya cerita yang disampaikan sebelum tidur mampu
merekatkan dan mendekatkan jiwa dan hati kalian dengan orang tua kalian.
Selain itu, cerita anak mengandung ajaran-ajaran yang baik bagi kalian.
Seringkali ajaran dalam cerita yang didengarkan dapat lebih menyadarkan
si anak (kalian) daripada petuah atau nasihat yang diucapkan langsung
oleh orang tua kalian.



Ting Gegenting
(Dongeng dari Provinsi Lampung)

Dahulu ada seorang anak yatim tinggal
dengan ibunya. Mereka hidup sebagai
petani. Tinggal di suatu dusun di tepi hutan.
Sunyi dan sepi.
Pada suatu hari sang anak kelaparan.
Ia berkata kepada ibunya, “Ting, gegenting,
perutku sudah genting kelaparan mau makan.”
“Ibunya menjawab, “Tunggulah,
anakku, sebentar, ibu mau menebas ladang
dulu.”
Setelah ibunya selesai menebas
ladang, si anak bangun dari tidurnya dan
merengek kembali, “Ting, gegenting, perutku
sudah genting kelaparan, mau makan!”
Beni : “Baik, aku tadi tidak masuk sekolah karena sakit, tapi sekarang
sudah sembuh. Aku mau tanya, tadi pelajaran bahasa Indonesia
membahas apa?”
Iwan : “Tadi membahas tentang cara mencari makna istilah pertanian
dari kamus secara tepat."
Beni : “O begitu ya. Kalau begitu aku sekarang akan mempelajari pokok
bahasan itu. Terima kasih ya, Wan.”
Iwan : “Ya, sama-sama.”
Sekali lagi ibunya menjawab, “Tunggu,
Nak, Ibu mau membakar ladang dulu.”
Karena lemah, sang anak tidur lagi.
Setelah ibunya selesai membakar rantingranting
dan daun-daunan di atas ladang,
si anak pun terjaga karena lapar perutnya.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting kelaparan, mau makan,” tangisnya.
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu
mau menaman padi dulu.”
Si anak pun tertidur lagi. Setelah
ibunya selesai menanam padi, si anak pun
terbangun lalu menangis minta makan.
“Ting, gegenting, perutku sudah
kelaparan, mau makan!”
Lagi-lagi ibunya menjawab, “Tunggu,
Nak, Ibu masih mau merumput dulu.”
Mendengar ini si anak tertidur kembali.
Tidak lama kemudian si anak bangun dan
menangis.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting, kelaparan mau makan!”
“Tunggu sebentar, Nak, padi sudah
berbuah. “Si anak pun kembali tidur.”
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting, kelaparan mau makan!”
Jawab ibunya, “Tunggu, Nak, padi kita
sudah menguning ujungnya.”
Si anak pun tertidur kembali. Setelah
tidur cukup lama si anak terbangun lagi dan
merengek.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting, kelaparan mau makan!”
Lagi-lagi si ibu menjawab, “Tunggu,
Nak, padi kita sudah masak, Ibu mau
memotong padi dulu.” Mendengar janji ini
si anak segera tertidur. Tiba-tiba si anak
bangun kembali dan menangis.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting, kelaparan mau makan!”
“Tunggu, Nak, ibu masih mau mengirik
(melepaskan butir-butir padi dari tangkainya)
padi dulu.”
Anak pun tertidur kembali. Lewat
beberapa waktu si anak pun bangun.
“Ting, gegenting, perutku sudah lapar,
mau makan!” “Tunggu sebentar, Nak, Ibu
mau menampi gabah dulu.”
Si anak tidur dengan hati gelisah.
Perutnya yang lapar tak lama pun membangunkannya.
Ia merasa lapar lagi. Ia
menangis lagi.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting kelaparan, mau makan!”
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu
mau menjemur gabah dulu.”
Karena kecewa, si anak pun tidur lagi.
Ia bangun dan menangis lagi.
“Ting, gegenting, perutku sudah
genting, kelaparan, mau makan!”
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu
mau menumbuk gabah dulu.”
Selesai menumbuk gabah, terdengar
lagi suara anaknya merintih sedih, “Ting,
gegenting, perutku sudah genting,
kelaparan, mau makan!”
Jawab ibunya, “Tunggu, Nak, Ibu mau
menampi beras dulu.”
Si anak pun tertidur kembali. Tak lama
kemudian si anak bangun kembali. Menangislah
ia.
“Ting, gegenting, perutku sudah kelaparan,
mau makan!”
Ibunya menjawab segera, “Sabar, Nak,
Ibu mau mencuci beras dulu.”
Setelah ibunya selesai mencuci beras,
anaknya sudah terjaga sambil menangis,
“Ting, gegenting, perutku sudah kelaparan,
mau makan!”
“Sabar, Nak, Ibu masih mau menanak
nasi dulu,” jawab ibunya.
Si anak yang sudah lemah badannya
segera tertidur. Tapi tak lama ia bangun lagi.
Ia terus merengek dan meringis ... suaranya
terengah-engah.
“Ting ge ... genting ... pe ... rutku ...
suuuu ... dah genting, ke ... laparan, mau
maaa ... kaannn.
Akhirnya, ibunya menjawab, “Sebentar
lagi, Nak, Ibu mau menempatkan nasi di
piring dulu.”
Akan tetapi, ketika si anak bangun mau
makan, tiba-tiba Ting Gegenting putuslah
perutnya yang sudah genting karena sudah
kelaparan, sehingga tidak dapat lagi
melanjutkan hidupnya di dunia ini.
Dengan hati sedih sang Ibu mendekati
anaknya. Tapi anaknya sudah meninggal
dunia. Menangislah ibu itu tersedu-sedu
meratapi nasib anaknya yang malang.


Sumber: Anindyarini, Atikah. 2008.Bahasa Indonesia: SMP/MTs Kelas VII/ Jakarta: Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional, Hal 107